SELAMAT JALAN BUNDAKU…

Sore itu langit Surabaya terbentang biru dihiasi awan putih seputih kapas yang terbang perlahan ditiup angin. Sore itu pohon-pohon melambai-lambai ke berbagai arah. Sore itu burung-burung  berkicau tanpa henti sambil berlompatan dari ranting ke ranting. Tingkah awan putih, pohon, angin, dan burung, semuanya tidak dimengerti, seolah ada pertanda yang sulit untuk diambil maknanya. Ada apa gerangan ?

 Menjelang azan Magrib sore itu, awan berhenti sejenak yang semula memutih berubah gelap dan menghitam. Anginpun yang semula bertiup lembut sepoi-poi tiba-tiba berhenti. Pohonpun menunduk lesu tanpa kata. Burung-burung yang semula bernyanyi riang kini diam seribu bahasa.

Langitpun semakim kelam, saat itulah Ibunda tercinta dipanggil Sang Kuasa dan pergi meninggalkan kita semua. Saat itulah Ibu yang sederhana dan bersahaja itu menghadap Sang Khalik. Saat itulah sejuta air mata menetes, mengalir, menganak sungai di pipi kita yang hormat kepadanya. Saat itulah Ibu Asri Soebarjati mengakiri masa tugasnya metatih yang baru belajar jalan, mengarahkan yang sudah tahu jalan, dan menjewer yang salah jalan. Jiwa keibuannya terasa sulit untuk terhapus dari hati anak-anak Bunda. Tutur katanya yang sejuk menyirami relung hati siapa saja yang bertegur sapa, tanpa pandang bulu, tanpa kecuali, dan tanpa pura-pura. Iklas. Pandangan matanya lembut bak sutra yang membelai raga.

Kami ingat betul betapa apresiatifnya Bunda kepada budaya bangsa yang adiluhung, betapa cintanya Bunda kepada budaya tradisional milik putra bangsa. Gending Ilir-ilir itulah sebagai pertanda. Gending dakwah warisan Sang Wali itulah yang Bunda pilih sebagai kenangan kepada kami. Betapa Bunda menikamtinya ketika putra-putri Bunda mengalunkan gending Ilir-ilir yang sarat makna tersebut.Putra-putri Bunda dari UKM Karawitan dan Tari paham betul ketika gending kesukaan Bunda mengalun merdu pada acara Wisuda, bibir Bunda ikut bernyanyi lirih, tak pelak  jari jemari Bunda ikut mengetuk-ngetuk lengan kursi yang Bunda lenggahi pertanda betapa Bunda menikmati gending tersebut. Meski Bunda tak hadir lagi dalam acara Wisuda nanti, ijinkan kami untuk mendendangkan gending kesukaan Bunda, yang kami persembahkan kepada Bunda, kami yakin Bunda tersenyum di pintu Surga, seperti senyum Bunda ketika lenggah di hadapan kami yang sedang mengalunkan gending Ilir-ilir pada saat acara Wisuda.

Bunda… betapa kami merasa kehilangan paugeran dalam berkarya, betapa kami kehilangan pelita   penerang hati menuju samodra pengabdian.

Putra-putri Bunda akan melanjutkan karya dan pengabdian Bunda kepada bangsa….

Selamat jalan Bundaku ….

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s